Semua akan bermula dari sini, dari rumah kita sendiri. Mencoba memanfaatkan ruang, waktu dan kesempatan yang ada disekitar dan yang selama ini gak pernah jadi perhatian. Pasti tersedia cukup banyak media untuk berlatih dan belajar, memulai dari daun-daun kering yang semakin menumpuk dan berserakan tidak termanfaatkan dengan baik.
Meminjam Istilah
Rumah Produktif, istilah ini saya dengar pertama kali dari mendiang orang tua saya sebagai "Proyek" yang ingin dibangun untuk konsep Perumahan Rakyat. Almarhum yang berprofesi sebagai developer pernah berkeinginan membangun perumahan rakyat tipe kecil dengan harga terjangkau dan dapat dicicil dari apa yang dihasilkan oleh Rumah itu sendiri, memang proyek idealis.Rumah Produktif menurut beliau adalah rumah yang pada bagian ruang produktifitas menjadi prioritas utama. Ruang produktif yang dimaksudkan adalah area untuk bercocok tanam, kolam-kolam ikan dan kandang ternak menjadi bagian yang tidak boleh dihilangkan dalam konsep rumah huni. Dalam kacamata beliau, rumah tidak saja sebagai ruang tinggal sebuah keluarga melainkan juga sebagai tempat bekerja dan memberikan penghasilan tambahan.
Sesuai dengan bidangnya, beliau menghasilkan beberapa ide dan gagasan dalam bentuk denah tampak, gambar arsitek yang memuat layout rumah berikut perangkat produktifitasnya. Itu semua beliau kerjakan dalam kondisi sakit gagal ginjal selama kurang lebih 4 tahun, selama itu juga dikerjakan beberapa aktiftas produktifitas disekitar rumah. Tanpa harus melihat tingkat keberhasilannya, semua ini sangatlah baik untuk menumbuhkan semangat juang menghadapi masa-masa sakit yang menjemukan jika sepenuhnya dilawan dari tempat tidur Dalam kesempatan lain, akan saya coba publish beberapa gambar arsitek yang pernah beliau hasilkan, kiranya ada artinya daripada cuma tersimpan di hardisk.
Yang Produktif Penghuninya, bukan Rumahnya
Meminjam istilah, bukan berarti sama juga isinya, karena yang saya maksudkan dalam Rumah Produktif disini adalah untuk diri saya sendiri dan keluarga. Mencoba menambah fungsi rumah tinggal sebagai laboratorium, tempat belajar bagi penghuninya, belajar tentang apa saja yang ada disekitar rumah.anak-anakpun terlibat secara aktif, memasukkan daun-daun kering kedalam lobang biopori. bermain sambil belajar
Inspirasi tentang produktif yang lainnya saya dapatkan dari ruang maya (baca=internet) melalui capaian karya dan usaha beberapa orang. Rumah Anggrek, salah satu contoh adalah bapak pemilik rumah dengan ruangan yang cukup sempit tapi dapat mengkoleksi sebanyak 231 pohon dari 98 spesies anggrek di Indonesia yang tercatat dalam situs personalnya di http://anggrek.info.
Rumah Bersih Bapak Sobirin, seorang Kakek dengan lima cucu yang tinggal di Bandung sejak lama telah bekerja keras untuk menihilkan buangan sampah dari rumahnya sendiri melalui berbagai macam percobaan dan perlakuan yang semuanya di catat dengan rapi dengan konsepnya Rumah Bersih “Clear Waste” di situs pribadinya dan dicatat melalui http://clearwaste.blogspot.com.
Memulai Aksi dari Yang Sederhana dan Mudah
Saya mulai dari begitu banyaknya daun kering yang berserakan tiap hari dihalaman belakang, karena awalnya dianggap sampah yang mengganggu pemandangan, penanganannya sekedar ditumpuk di pojok rumah. Lama kelamaan tak terbendung juga, tumpukan semakin tinggi dan menampilkan pemandangan tak sedap.Timbul pemikiran, kenapa gak dibikin kompos aja? cara bikinnya juga tidak terlalu sulit *ambil cangkul dan mulai menggali. Jadilah sekarang saya punya 4 (empat) lobang komposter anaerob yang akan terisi oleh sampah organik dari dapur dan taman. Separuhnya dibikin didepan dapur untuk memudahkan semua orang membuang sampah organik, sebagian lainnya saya bikin dihalaman belakang, untuk menampung rontokan daun dari tanaman buah.
Jika tidak berlebihan, ada keinginan untuk menihilkan sampah rumah tangga keluar dari rumah. Tapi untuk tahap awal ini setidaknya bisa mengurangi dari yang biasanya. Termasuk juga sampah rumah tangga yang non organik. Melihat warisan tong bekas yang tidak (belum) termanfaatkan, saya gunakan sebagai tampungan sementara untuk sampah-sampah yang masih bisa diteruskan ke pemulung.
Yaks, niat baru saja dipasang dan semoga bisa bergulir lebih lama, setiap perkembangan, temuan dan pengalaman baru akan tercatat di halaman situs ini. dan tentu saja yakin kalo saya tidak pernah sendirian..
Bendera Sudah Saya Kibarkan, Ibu Megawati yang saya hormati.... Ibu diatas, dan saya dibawah awasi saya terus biar gak pantang pulang sebelum padam yaaaaa...... Bapak Sobirin, bapak-bapak dan ibu-ibu lainnya yang sudah memulai... silahkan dikasih komentar dan masukannya baik secara teknis atau lainnya
*kalo saya masih punya hati, pasti malu kalo ingkar janji hihihihi
Keren bang..
BalasHapussaya suka sekali, terutama ide "diawasi ibu megawati", AKSI yg ilmiah tapi tetap menghibur... mantap..
hehehhehe sampe juga di rumah maya saya ya kak... silahkan mampir kak, setiap ada kesempatan baik yang maya maupun yang sebenernya... mudah-mudahan ada banyak ruang untuk belajar bersama-sama
BalasHapus